MAL ATAU HARTA SECARA BAHASA ADALAH SESUATU YANG DIGENGGAM DAN DIMILIKI
Dalam istilah ilmu fiqih, dinyatakan oleh kalangan Hanafiyah bahwa
harta itu adalah sesuatu yang digandrungi oleh tabiat manusia dan
mungkin disimpan untuk digunakan saat dibutuhkan. Namun harta tersebut
tidak akan bernilai kecuali bila dibolehkan menggunakannya secara
syariat. Mereka membedakan antara materi dan nilai. Materi bisa terwujud
hanya ketika seluruh manusia atau sebagian di antara mereka
menggunakannya sebagai materi. Tetapi nilai hanya berlaku bila
dibolehkan oleh ajaran syariat. Minuman keras, bangkai, babi, bunga
riba, semuanya adalah harta atau materi, tetapi tidak bisa dikatakan
sebagai barang bernilai.
Kalangan Hanafiyah atau kalangan lain, tidak mengakui eksistensi
materi secara terpisah kecuali dengan pembolehan syariat. Bahkan minuman
keras, bangkai dan sejenisnya secara asal memang bukan materi menurut
mereka.
MACAM-MACAM HARTA
Harta terbagi menjadi berbagai macam tergantung dengan orientasi pembagiannya. Di antara bentuk klasifikasi tersebut adalah:
Harta sebagai Nilai Tukar dan Sebagai Alat Barter
Dalam warisan ilmu fiqih yang kita miliki, penggunaan kedua
terminologi amat populer dalam bab-bab adab pergaulan. Apa arti kedua
istilah tersebut?
Alat barter memiliki padanan yang tersebar di pasar tanpa ada
perbedaan yang berarti dalam penggunaannya. Ada yang berbentuk barang
takaran, barang timbangan, barang bilangan, yang masing-masingnya tidak
memiliki perbedaan nilai, contohnya seperti berbagai macam biji-bijian,
telur dan kain tenunan dan sejenisnya.
Sementara nilai tukar tidak ada yang sejenisnya di pasaran. Kalaupun
ada, nilainya jelas berbeda, seperti hewan, batu-batu mulia dan
sejenisnya.
Konsekuensi pembedaan antara nilai tukar dengan alat barter adalah
munculnya banyak hukum-hukum, kita sebutkan sebagian di antaranya:
Alat barter (nilai riil) itu harus diganti dengan yang sama
dengannya ketika terjadi kecurangan. Lain halnya dengan nilai tukar
(nilai nominal), cukup ditukar dengan yang senilai dengannya saja.
Alat barter bisa menjadi hutang dan dibayar dengan benda sejenis
lainnya, karena ia bisa digambarkan bentuknya, sesuai dengan nilai
riilnya. Sementara nilai tukar hanya bisa digambarkan dengan wujud dan
nilainya saja, atau sesuai dengan nilai nominal yang disepakati.
Harta Diam dan Harta Bergerak
Dalam syariat, harta juga terbagi menjadi dua: Harta diam dan harta bergerak (seperti uang).
Harta tetap adalah harta yang tidak mungkin dipindahkan seperti tanah dan yang melekat dengan tanah, seperti bangunan permanen.
Harta bergerak adalah yang dapat dengan cepat dipindahkan dan dialihkan.
Menurut kalangan Hanafiyah yang termasuk harta diam hanya tanah
saja. Namun menurut kalangan Malikiyah pengertiannya bisa meluas kepada
segala yang melekat dengan tanah secara permanen, seperti tanaman dan
bangunan. Karena keduanya tidak mungkin dipindahkan kecuali harus diubah
sehingga bangunannya menjadi hancur berkeping-keping, sementara
tanamannya berubah menjadi kayu bakar.
Berdasarkan klasifikasi ini muncuk sejumlah hukum yang kami sebutkan sebagian di antaranya:
- Disahkannya
menjual harta diam sebelum diserahterimakan menurut sebagian ulama,
seperti Abu Hanifah dan Abu Yusuf, dan tidak sah menjual harta bergerak
sebelum diserahterimakan, namun dalam aplikasinya ada sedikit perbedaan
pendapat.
- Mendahulukan pembersihan harta bergerak sebelum harta diam ketika seseorang dalam keadaan bangkrut terlilit hutang.
- Tidak dibolehkannya menjual harta diam orang yang tercekal
karena masih kecil atau karena idiot kecuali dalam kondisi darurat atau
karena kemaslahatan yang pasti, atau karena kebutuhan mendesak.
Sementara menjual harta bergerak dibolehkan untuk alasan kemaslahatan
semata.
- Hak-hak tetangga teman dekat yang terkait dengan seseorang hanya harta diam, bukan harta bergerak.
- Adanya konsensus ulama tentang sahnya waqaf harta diam, namun ada perbedaan pendapat dalam harta bergerak.
- Adanya hak syuf’ah dalam harta diam, namun tidak pada harta bergerak, kecuali kalau digolongkan dalam harga diam sebagai lampiran.
Dari segi kepemilikan, harta terbagi menjadi tiga bagian:
- Harta
yang tidak boleh dimiliki dan tidak boleh dipindahkan kepemilikannya
serta menjadi fasilitas umum seperti jalan, jembatan, lapangan dan
sejenisnya selama masih menjadi fasilitas umum.
- Yang tidak mungkin untuk dimiliki atau dipindahkan
kepemilikannya kecuali bila ada alasan yang disyariatkan, seperti harta
diam yang diwakafkan, tanah yang terikut dengan lokasi Baitul Maal dan
sejenisnya.
- Yang boleh dimiliki dan dipindahkan kepemilikannya, yakni selain daripada kedua jenis harta di atas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar